Manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki beraneka ragam kebutuhan. Salah satunya
adalah kebutuhan bagi fisiknyam seperti makan, minum, dan tidur. Untuk memenuhi
kebutuhan fisik, manusia memerlukan uang. Uang untuk membeli makanan, untuk
membeli minuman, dan untuk membeli selimut atau keperluan lainnya. Darimana manusia
memperoleh uang, salah satunya adalah dari bekerja. Ya, manusia bekerja agar
mendapatkan uang.
Sebelum bekerja,
manusia akan melalui beberapa tahapan untuk memperloleh pekerjaannya. Walaupun tidak
semua prosenya sama. Salah satu proses yang sering dilalui manusia sebelum
bekerja adalah membuat surat lamaran atau bisa disebut sulam.
Saya dan teman-teman
yang baru lulus ini juga diwajibkan membuat sulam sebelum nantinya disebar di
seluruh Indonesia untuk bekerja. Sulam ini memiliki ketentuan. Harus sesuai
dengan contoh yang sudah disediakan. Ya, untungnya memang sudah disediakan
contohnya. Jadi, kami tinggal menyalinnya dan disesuaikan dengan identitas
masing-masing pelamar. Selain harus sesuai dengan contoh, sulam itu harus
ditulis tangan dengan huruf kapital dan tidak boleh ada coretan. Sehingga ketika
salah tulis mau tidak mau harus menulis ulang.
Sekilas terdengar
sepele karena kami hanya perlu menyalin dari contoh yang sudah ada. Saya pikir,
ah gampang. Mungkin ada juga dari
teman-teman saya yang berpikiran demikian. Namun ternyata semua itu tidak
semudah yang saya bayangkan. Malam itu ketika aku memutuskan untuk menulis
sulam, semua terlihat begitu lancar. Bahkan sampai bagian terakhir, sebelum
saya tanda tangani sulam itu, semua terlihat baik-baik saja. Saya pikir
berhasil dalam sekali tulis. Ternyata saudara-saudara, semua tak seperti yang
saya pikirkan. Satu kesalahan fatal telah saya perbuat. Saya melewatkan satu
baris. OH TIDAKKK! Saya menjerit.
Kesalahan saya
adalah, dibagian terakhir harus ditulis ‘HORMAT SAYA’, kemudian tanda tangan
dan dibawah tanda tangan ditulis nama saya. Antara tulisan hormat saya dan nama
terang itu seharusnya lima baris –karena kami menulis surat lamaran di kertas
folio bergaris. Namun sangat disayangkan saya hanya memberinya jarak empat
baris. Bayangkan, bayangkan, betapa sedihnya saya. Itu hanya kesalahan kecil
yang menyebabkan saya harus mengulangnya dari awal. Syukurlah sulam berikutnya
berhasil saya tulis tanpa ada kesalahan.
Dari apa yang
saya lalui, ada sedikit pelajaran yang dapat dipetik. Setidaknya bagi saya
sendiri. Ketika saya melalui suatu proses, terkadang saya merasa semuanya akan
baik-baik saja. Saya pasti akan berhasil. Sehingga terkadang terbit sedikit
demi sedikit rasa angkuh. Merasa bisa meluluinya sendiri. Namun ternyata saya
melupakan satu hal. Bahwa tak ada jaminan saya akan berhasil melalui proses
itu. Tak ada! Bahkan saat semuanya terlihat baik-baik saja sampai akhir. Keberhasilanku
telah ditentukan oleh Sang Pencipta. Jika saya berhasil, itu karena Tuhan telah
menetapkannya. Jikalau belum berhasil, barangkali Tuhan tengah memintaku untuk
kembali berproses. Mungkin juga Tuhan sedang menginatkan saya agar selalu
melibatkan Tuhan di setiap proses yang saya lalui karena setiap proses tak
luput dari campur tangan Sang Pencipta.
Untuk teman-teman
yang harus berulang kali menuliskan sulam, semoga kalian juga mendapatkan
pelajaran berharga. Tetap semangat karena setiap manusia memiliki prosesnya
masing-masing. Percayalah, prosesmu adalah yang terbaik bagimu. Terima kasih.Kulon Progo, Oktober 2017
Comments
Post a Comment