Ini adalah cerpen pertama saya. Cerpen untuk tugas pelajaran Bahasa Indonesia ketika saya duduk di bangku Madrasah Tsanawiyah. :-)
KAKAKKU
SAYANG
Siang
hari yang terik, aku duduk di teras. Seperti biasa, aku menunggu kakakku, Kak
Raisa. Jam-jam segini biasanya Kak Raisa sudah pulang. Saat kakak pergi aku
selalu merindukannya, entah mengapa demikian. Padahal kakakku hanya pergi ke sekolah.
Lima belas menit kemudian, ku lihat Kak Raisa datang. Kemudain ku ikuti Kak
Raisa masuk rumah.
“Kakak
makan dulu ya! Pasti kakak lapar, kan? Tadi Rere sudah buatin nasi goreng
kesukaan kakak.”
“Iya
adikku sayang, kakak ganti baju dulu ya. Lalu nanti kita makan siang bareng”
Jawab Raisa.
“Iya
kak.” Jawabku patuh
Aku menunggu Kak Raisa selesai ganti lalu kami makan
bersama. Biasanya selesai makan siang Kak Raisa akan mengajari aku bermain
gitar. Aku sudah hampir menguasai teknik bermain gitar. Sungguh kakak yang
pengertian, coba saja kalau kakakku tak pengertian pasti ia sudah mengajak aku
bermain basket. Aku tak akan bisa jika diajak bermain basket, mengapa? Karena
aku tidak bisa berjalan. Sejak lahir kakiku mengalami kelainan sehingga aku
tidak bisa berjalan.
Teman-temanku
sering mengejek karena hal itu.Tapi Kak Raisa selalu menghiburku, membelaku dan
membesarkan hatiku. Ku akui Kak Raisa memang hebat, mau mengerti aku walau aku
hanya merepotkan. Bahkan dia selalu meluangkan waktunya untuk menemaniku
kemanapun aku mau.
Hari
masih pagi, kebetulan hari ini hari Minggu, ku ajak Kak Raisa jalan-jalan.
“Kak,
jalan-jalan yuk!”
“Jalan-jalan
kemana, Re?” tanya Kak Raisa lembut.
“Terserah
Kakak, Rere kan Cuma ngikut, Kak.”
“Ya
sudah, kita ke pasar yuk, Re!” ajak Kak Raisa sambil beranjak untuk mendorong
kursi rodaku.
“Horeee...!
Kakak baik deh.” Jawabku menggoda.
Kak Raisa hanya tertawa kecil mendengar celotehku.
Kata
kakak, di pasar itu banyak orang pandai bersilat lidah. Benarkah? Kurasa, itu
memang benar. Kebanyakan orang berbohong untuk mendapat keuntungan
sebesar-besarnya bagi diri sendiri.
Setelah
beberapa saat berkeliling di pasar, Kak Raisa berhenti di depan sebuah kios
yang menjual aksesoris. Di kios itu, Kak Raisa membelikan aku sebuah bando
kecil yang cantik. Kemudian Kak Raisa langsug memasang bando itu di kepalaku.
Saat itu Kak Raisa berkata, “Re, jangan lupakan kakak, ya! Tak lama lagi kakak
akan pergi. Pergi jauh, jauuuh sekali!”
“Pergi
kemana, Kak?” tanyaku tak mengerti.
Kak Raisa hanya tersenyum, dia tak pernah menjawab
pertanyaanku. Aku hanya bisa mengira, mungkin kakak akan melanjutkan kuliah ke
luar negeri. Tapi, entahlah aku tak mengerti.
Aku
perhatikan akhir-akhir ini Kak Raisa banyak tersenyum. Kata-katanya lemah
lembut. Walau aku tahu Kak Raisa memang ramah dan lemah lembut dalam bertutur
kata. Tapi hal itu membuatku merasa janggal. Kejanggalan itu hanya ku simpan
dalam hati, tak berani kuungkapkan.
***
Hari
ini ulang tahunku. Tadi pagi Kak Raisa baru mengucapkan selamat ulangtahun
unntukku. Katanya, sepulang sekolah nanti kakak akan memberiku hadiah ulang
tahun.
Waktu
menunjukkan pukul 14.00 WIB, Kak Raisa datang dengan membawa sebuah kado
berukuran besar. Sembari memberikan kado, Kak Raisa berkata, “Rere sayang, jaga
diri baik-baik ya kalau kakak nggak ada. Kakak sayang Rere.”
“Makasih,
Kak! Rere juga sayang kakak.”
Ku peluk Kak Raisa dengan erat, aku tak ingin
melepaskan pelukan ini. Aku tidak mau kehilangan Kak Raisa. Entah berapa lama
ku peluk Kak Raisa, sampai Kak Raisa berkata, “Sayang, kakak ke rumah teman
dulu, ya! Kakak mau mengerjakan tugas
kelompok. Daaah Rere!”
“Daa,
Kakak! Hati-hati, Kak!”
Setelah Kak Raisa berlalu, kubuka kado darinya.
Ternyata sebuah boneka yang berukuran besar. Aku bisa memeluknya, seperti aku
memeluk Kak Raisa.
Kriiiiiiing,
kriiiiiing. Kudengar dering telepon dari dalam rumah. Segera aku menuju ke
tempat dimana telepon itu berada dan mengangkatnya. Melalui telepon itu aku
mendapat informasi, bahwa Kak Raisa mengalami kecelakaan di depan sebuah toko
boneka dan nyawanya tak dapat diselamatkan.
Lalu,
siapa yang tadi membeiku kado? Siapa yang tadi kupeluk? Kejadian tadi masih
kuingat detailnya. Bahkan boneka itu masih kupegang dan tetap nyata. Lalu,
siapakah tadi? Boneka itu tetap tersenyum tanpa memberi jawaban.
Duniaku
serasa berputar, sekelilingku menjadi gelap dan tetap gelap.
meski bagian awalnya ada cerita yang kurang ngalir, dan ceritanya mudah ditebak, tapi ini keren.
ReplyDeletemaklum, itu dibuat waktu smp. sbg tugas membuat cerpen dari guru Bahasa Indonesia
ReplyDelete